Sabtu, 26 Mei 2012

ALGAE BLOOMS


Algae blooms / red tide
Red tide adalah suatu keadaan di mana air, terutama air laut mengalami perubahan warna akibat dari ledakan populasi (blooming) dari fitoplankton.Perubahan warna yang terjadi dapat berupa warna merah, coklat, ungu, kuning, hijau dan lain-lainnya.Istilah red tide saat ini populer dikenal dengan istilah Harmfull m-Alga Blooms (HAB), karena tidak semua alga yang blooming menyebabkan kematian dan tidak semunya berwarna merah.Saat ini jumlah fitopalnkton yang dapat menyebabkan HAB ada sekitar 50 jenis dan hampi semuanya dari kelompok dinoflagelata. Kelompok lain hanya terdiri atas marga diatom sebanyak tiga jenis dari marga Pseudonistzchia (Praseno, 1993).
Pada sisi lain, HAB merupakan fenomena yang terjadi akibat ledakan perkembangan (blooming) yang begitu cepat dari sejenis fitoplankton, misalnya Ptychodiscus brevis, Prorocentrum,Gymnodiniumbreve, Alexandrium catenella dan Noctiluca Scintillans dari kelompok Dinoflagellata (Pyrrophyta) yang dapat menyebabkan perubahan warna dan konsentrasi air secara drastis, kematian massal biota laut, perubahan struktur komunitas ekosistem perairan, bahkan keracunan dan kematian pada manusia. Hal ini disebabkan oleh setidaknya empat factor, yaitu pengayaan unsur hara dalam dasar laut atau eutrofikasi, perubahan hidro-meteorologi dalam sekala besar, adanya gejala upwelling yaitu pengangkatan massa air yang kaya akan unsur hara ke permukaan, dan akibat hujan dan masuknya air tawar ke laut dalam jumlah besar.
Keempat faktor itu, menurutnya, merupakan faktor penyebab terjadinya red tide spesies fitoplankton pyrrophyta berwarna merah. Spesies ini akan hilang dengan sendirinya, bila ekosistem dalam air kembali seimbang, yaitu kembali pada kondisi normalnya. HAB biasanya terjadi pada air pesisir pantai dan muara, jumlah fitoplankton berlebih di sebuah perairan berpotensi membunuh berbagai jenis biota laut secara massal.Pasalnya, keberadaan fitoplankton mengurangi jumlah oksigen terlarut.Kemungkinan lain, insang- insang ikan penuh dengan fitoplankton.Akibatnya, lendir pembersihnya menggumpal karena fitoplanktonnya berlebih dan ikan pun sulit bernapas.
Fenomena pasang merah (“red tide”) ini merupakan peristiwa alam yang umumnya terjadi.Namun demikian red tide tidak selalu berwarna merah, ada kemungkinan berwarna kuning atau coklat tergantung jenis fitoplankton yang meyebabkan terjadinya red tide tersebut.Pyrrophyta atau lebih dikenal sebagai Dinophyceae atau Dinoflagellatamerupakan protista yang hidup di laut atau air tawar. Pyrrophyta dinamakan pula sebagai Dinoflagellata karena mempunyai sepasang flagella yang tidak sama panjang.
Dinoflagellata dalam jumlah yang kecil sebagai penyusun komunitas plankton laut, tetapi lebih melimpah di perairan tawar.Fenonema menarik yang dihasilkan oleh Pyrrophyta adalah kemampuan bioluminescence (emisi cahaya oleh organisme), seperti yang dihasilkan oleh Noctiluca, Gonyaulax, Pyrrocystis, Pyrodinium dan Peridinium sehingga menyebabkan laut tampak bercahaya pada malam hari.
Fenomena lainnya adalah pasang merah (red tide) yaitu terjadinya blooming Pyrrophyta dengan 1- 20 juta sel per liter. Red tide dapat menyebabkan: Kematian ikan dan invertebrata, jika yang blooming adalah Ptychodiscus brevis, Prorocentrum dan Gymnodiniumbreve. Kematian invertebrata jika yang blooming adalah Gonyaulax, Ceratium dan Cochlodinium.Kematian organisme laut, yang lebih dikenal sebagai paralytic shellfish poisoning, jika yang blooming adalah Gonyaulax dan Alexandrium catenella.
Di beberapa Negara, seperti Jepang, Australia, Selandia Baru, Fiji, Papua Nugini, Hongkong, India, Brunei Darussalam, Filipina, Thailand, dan beberapa Negara lainnya melaporkan bahwa masalah yang ditimbulkan HAB merupakan masalah serius. Beberapa pusat budidaya ikan, udang, dan kerang hacur akibat HAB, bahkan kasus keracunan dan kematian manusia akibat memakan ikan atau kerang yang terkonatminasi HAB sudah sering dilaporkan.
Di Indonesia pernah terjadi peristiwa kematian massal ikan beserta kasus keracunan dan kematian manusia akibat HAB pertama kali dialporkan terjadi di flores pada tahun 1983. Selain itu juga pernah terjad di Ujung Pandang pada bulan Agustus 1987 dan di Kalimantan Timur pada bulan Januari 1988.Kasus keracunan ini diduga kuat disebabkan oleh fitoplankton jenis Pyrodinium bahamense.Jenis ini dapat menghasilkan racun saxitosin yang dapat menyebabkan penyakit Paralytic Shellfish Poisoning (PSP) pada manusia dan hewan (Adnan 1990).
Di Jakarta pertama kali dilaporkan terjadi peristiwa HAB pada tanggal 31 Juli 1986. Kejadian ini tampak pada beberapa ikan yang mati mengapung di atas air laut yang pada mulanya banyak beranggapan hal ini disebabkan oleh pembuangan bahan kimia dan limbah ke laut. Kemungkinan perairan di teluk Jakarta sudah mengalami eutrofikasi yang menjadi faktot utama terjadinya HAB (Sutomo, 1993).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar