Homo Sapiens
Kita telah mengenal banyak istilah yang melekat pada
manusia, salah satunya adalah homo sapiens. Tetapi, apakah kita
mengetahui bahwa istilah tersebut (homo sapiens) tidak dengan sengaja diberikan
kepada kita sebagai “gelar” kita masih belum mengetahui maksud dari istilah
tersebut dan hanya mengetahui bahwa istilah tersebut juga melekat pada diri
manusia. Dalam karangan ini, penulis hanya ingin memamparkan pendapat mengenai
kebijaksanaan yang dimiliki oleh manusia bukan mengenai manusia yang bijaksana.
Dalam penulisan karangan ilmiah ini, akan banyak memunculkan banyak pertanyaan,
oleh karena itu penulis hanya akan memaparkan mulai dari pengenalan hingga pen
yelesaian atau cara yang ingin kita gunakan untuk menilai kebijaksanaan itu
sendiri. Dalam penyusunan karangan ini, penulis banyak memperoleh pandapat
serta suatu pengertian dari orang lain dan referensi dari kosa-kata yang
terdapat dalam kamus.
Homo Sapiens merupakan sebuah istilah ilmiah
bagi manusia. Dua kata penyusunnya adalah Homo dan Sapiens. Dalam
kamus Bahasa Latin, kata homo sendiri berarti manusia dan sapiens
berarti bijaksana. Kemudian, kata homo mampu diserap kembali ke dalam Bahasa
Inggris dan memunculkan sebuah kata baru yaitu Human. Dalam kamus Bahasa
Inggris, human berarti bersifat manusia sedangkan pendidikan atau ilmu yang
mempelajarinya disebut Humaniora. Jika kedua kata (homo dan sapiens)
digabungkan, maka akan memunculkan suatu makna baru yaitu manusia yang
bijaksana.
Lalu, muncul pertanyaan apakah yang dimaksud dengan kebijaksanaan?.
Sebelum melangkah lebih jauh, penulis ingin menerangkan terlebih dahulu makna
kebijaksanaan tersebut. Kebijaksanaan memiliki kata dasar bijak. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, bijak sendiri mempunyai makna yaitu cerdik, pintar.
Kemudian kata tersebut disempurnakan sebagai salah satu sifat yang sudah
dikenal dalam diri manusia yaitu bijaksana melalui beberapa penilaian. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, bijaksana berarti arif, tajam pikiran, selalu
menggunakan akal budi dalam menghadapi masalah. Oleh karena itu, bijaksana
memiliki makna kata yang lebih luas daripada bijak serta lebih menerangkan
kembali bahwa kebijaksanaan merupakan salah satu ciri yang ada pada manusia.
Setelah mendapatkan awalan ke- dan akhiran –an, kata bijaksana bermetamorfosis
menjadi kebijaksanaan. Dalam kamus Bahasa Indonesia, kata kebijaksanaan
memiliki arti kepandaian serta kecakapan dalam bertidak menggunakan akal budi
dan pengalaman ketika menemui kesulitan dan sebagainya.
Pertanyaan berikutnya adalah mengapa ada manusia yang tidak
bijaksana?. Dalam menjawab pertanyaan ini, penulis akan pengertian mengenai homo
(manusia) dan kebijaksanaan serta menambahkan sedikit pendapat yang penulis
terima dari orang lain agar memperoleh tolak ukur dari kebijaksanaan tersebut. Jika
kita cermati kembali pertanyaan di atas, maka kata kunci yang tepat untuk
menjawab serta menerangkan pertanyaan di atas adalah kata ada. Jika
ditelaah secara logika, maka kata ada dapat memperjelas kembali bahwa sebagian
dari keseluruhan manusia dapat dikatakan sebagai manusia yang bijaksana dan
manusia yang tidak bijaksana. Secara garis besarnya, penilaian akan seseorang
yang dianggap bijaksana atau tidak bijaksana dapat lahir dari diri sendiri
tetapi penilaian diri sendiri tersebut bukan tidak mustahil lahir dari pendapat
orang lain yang kemudian dimasukkan olehnya sebagai penilaian akan dirinya
sendiri. Untuk memperjelas kembali penilaian tersebut, maka hanya dapat dilihat
dari penilaian manusia secara subyektif atau relatif. Penilaian manusia yang subyektif
adalah penilaian yang lebih berproyeksi pada pribadi yang memberi penilaian,
biasanya penilaian yang subyektif sangat bergantung pada kepentingan dari yang
menilai dan terkadang bersifat mengintimidasi obyek yang dinilai.
Sedangkan penilaian yang relatif adalah penilaian yang tidak berpatokan pada
asumsi publik (secara umum) tetapi lebih kepada penilaian dari pribadi
masing-masing orang. Kedua penilaian tersebut masih berhubungan dengan beberapa
faktor serta kemampuan yang dimiliki oleh manusia yang dianggap bijaksana itu
untuk dapat menyelesaikan masalah dan sebagainya. Jadi manusia yang bijaksana
dan manusia yang tidak bijaksana itu lahir dari penilaian secara subyektif
ataupun relatif dari cara yang digunakannya dalam menangani masalah dan hal lainnya.
Kesimpulannya adalah kebijaksanaan manusia hanya dapat
dilihat dari cara atau kecakapan yang digunakan oleh manusia tersebut untuk
dapat menyelesaikan berbagai macam hal dengan akal budi dan pengalaman yang
dimiliki sehingga menghasilkan suatu penilaian terhadap tindakan yang
dilakukannya dari satu orang atau asumsi dari beberapa orang yang menganggap
bahwa tindakan tersebut adalah bijaksana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar